KARYA:
KHADLOROTUL KHAQ
Namaku Tama Yudhistira. Aku kelas
VIII. Entah kenapa akhir-akhir ini aku memikirkan cita-cita ku yang tidak
jelas. Kedua orang tua ku menyarankan supaya aku jadi guru. Tapi aku ingin jadi
pemin sepak bola.
“ yah kenapa ayah ingin aku jadi
seorang guru?” tanyaku.
“ karena ayah ingin kamu masuk
surga” jawab ayah singkat. Aku menatap ayah. maksudnya apa. Batinku.
“ayah tidak ingin kamu jadi pemain
sepak bola” ucap ayah seperti bisa membaca pikiranku.
“kalau jadi dokter?” tanyaku. “jadi
dokter juga masuk surga kan yah” lanjutku.
“iya tapi resikonya tinggi. Bukannya
kamu juga takut pada darah?” jawab ayah tersenyum. Akupun meringis malu.
“iya sih, tapi kan ayah gak tahu
kalau besar nanti mungkin aku gak takut darah lagi” ucapku tersenyum simpul.
“iya juga sih, apalagi kamu tuh
cowok. Tapi tetap aja ayah ingin kamu jadi guru” jawab ayah. Aku menyerah
sajalah kalau bicara dengan ayah. Ayah selalu tidak mau kalah padaku.
Aku duduk disamping ibu sedangkan
ayah berada diruang kerja. Aku bertanya pada ibu dengan pertanyaan yang sama
aku lontarkan keayah. Anehnya ibu hanya menjawab kalau ayah dan ibu sudah
memikirkannya dengam matang dan mantap. Ketika aku bertanya lagi, ibu tidak mau
jawab. Entahlah.
“sebenarnya apa yang ayah dan ibu
pikirkan mengenai masa depanku? Memangnya apa sih istimewanya guru?’ pikirku.
“ngelamun aja Yud” ucap temanku Toro
namanya.“ eh iya nih aku lagi bingung” jawabku. “bingung kenapa?” tanya
Toro“orang tuaku meminta supaya besar nanti aku jadi guru. Padahal aku ingin
jadi pemain handal’ ucapku. Toro tersenyum ketika mendengar jawabanku.
“mungkin orang tua mu ingin yang
terbaik untukmu” ucap Toro lalu melengos pergi meninggalkanku.
Disaat aku berbaring diatas kasur.
Ibu datang. “Yudhi belum tidur nak?” ucap ibu. Aku menggeleng.
“ibu kenapa tumben kekamar Yudhi”
ucapku.
“ibu mau bicara soal masa depanmu”
jawab ibu. Aku lalu duduk siap mendengarkannya.
“ibu dan ayah sudah memikirkan masa
depanmu, kami ingin kamu menjadi orang yang berguna bagi orang laindan jasamu
selalu diingat orang, juga kau tidak kesepian” ucap ibu dengan mengelus
rambutku dengan halus.
Berhari-hari aku memikirkan
kata-kata ibu. Aku jadi selalu memperhatikan gerak-gerik guru disekolahku.
“menurut kamu guru itu gimana sih?”
tanyaku pada luna teman perempuanku.
“emangnya kenapa?” jawab luna
“menurutku guru itu istimewa, kalau
aku jadi guru aku mungkin tidak kesepian karenapasti murid-muridku akan
mengiburku” lanjut luna dengan senyuman hangat dan luna menatapku.
“memangnya kenapa Yud kok
tanya-tanya soal guru. Ucap luna. Aku menggeleng dan tersenyum.
Malam hariaku duduk termangu
memikirkan tentang guru. Apa aku mulai tertarik dengan guru?” tanyaku pda diri
sendiri. Ibu menghampiriku dikamar, ia menemaniku belajar.
“ibu sepertinya aku mulai tertarik
dengan guru” kataku pada ibu. Ibu tersenyum.
“yakin nanti kamu bilang begitu Cuma
mau buat ibu senang saja” jawab ibu.
“tidak. Aku sudah yakin dengan
keputusanku” ucap ku. Ibu tersenyum senang.
“kejarlah cita-cita mu nak” ucap
ibu. Akupun mengangguk tersenyum. Aku akan belajar yang rajin agar aku dapat
mencapai cita-citaku. Batinku.
Malam itu adalah malam yang sangat
menyenangkan bagiku, ayah dan ibu. Aku telah menemukan cita-citaku yang
sesngguhnya. Batinku dan tersenyum bahagia didalam hatiku.
No comments:
Post a Comment